Part 24: Masa Lalu Alvin!
***
‘aku tidak pernah menyangka bahwa kau menyukaiku selama 10 tahun shill..’ batin seseorang dikamarnya.
Lalu ia raih ponselnya. Jari-jarinya dengan cepat mencari sebuah kontak yg diyakini adalah temannya. Setelah ditemukan, ia menekan tombol hijau dan mendekatkan ponselnya ketelinganya.
“halo..” sapa seseorang diseberang sana.
“kalau kamu mengaku temanku, besok jemput aku divilla keluarga Emp didekat danau jam 5. Aku tidak menerima penolakkan. Tapi jika kau menolak, aku anggap kau bukan lagi temanku.” Gumam iyel cepat sambil segera menutup telvonnya. Itu berarti bahwa dia tidak suka kalau ditolak.
Sedangkan pemuda diseberang sana hanya mengerutkan keningnya, lalu mengetikkan sesuatu untuk temannya yg menelvonnya tadi.
Ddrtt..ddrtt. getar ponselnya membuatnya mengalihkan pandangannya kearah ponselnya.
-
From: Riko
Ok. Besok kujemput kau. Jam 5.
-
Seulas senyum puas terukir diwajah tampannya. Lalu ia langsung tidur.
Sedangkan dikediaman Umari, padahal hari masih pagi tetapi sepasang saudara ini sudah duduk terdiam ditempat favoritnya. Mereka hanya memikirkan nasib mereka yg akhirnya jika harus menjadi penerus Grup Umari karna kakak dan saudaranya yg menolak menjadi penerus.
“ahh..” desis salah seorang pemuda bermata sipit. Ia memejamkan matanya. Akhir-akhir ini dia selalu memimpikan orang yg dulu pernah mencuri hatinya. Ia sendiri pun tidak tau kenapa ia bisa memimpikan orang itu. Padahal sudah 2 tahun ini ia coba lupakan orang itu. Tapi,,ya itu tak pernah berhasil.
Disampingnya seorang pemuda dengan harajuku style-nya, hanya memandang kesal kelangit-langit ruangan itu. Sambil terus menghela napas berat. Suasana ini, selalu membuatnya kesal. Ia tidak pernah suka suasana hening seperti saat ini.
Hingga menit ke-24 cakka –pemuda tadi- memecahkan keheningan itu dengan bertanya hal-hal yg ringan.
“eh vin, gimana sama sivia?” tanyanya.
“...” pemuda bermata sipit yg disapa dengan ‘vin’ tadi hanya menghela napasnya. Padahal ia tidak berharap saudaranya itu membicarakan orang yg sedang menari dipikirannya. Kemudian dengan malas-malasan ia menoleh pada cakka.
“penting?” tanyanya agak ketus.
“yaiyalah. Kau itu saudaraku. Setidaknya aku perlu tau hal itu.” Jawab cakka.
“tapi kau bukanlah orangtuaku. Iyel saja tidak ambil repot dengan hal ini. Kenapa jadi kau yg sok tahu? Lagipula bantu saja kakakmu itu. Hidupnya lebih sukar dari yg kubayangkan.”
“kalau ka rio, aku menyerah saja. Jika dia meminta bantuan padaku baru aku akan membantunya. Untuk sekarang biar dia saja yg menyelesaikan masalahnya sendiri. Lagipula dia lebih dewasa dariku. Dan bagaimana menurutmu dengan sivia? apa dia cukup sama dengan silvia?”
“ya..menurutmu?”
“hey kenapa kau selalu balik bertanya sih? Apa susahnya tinggal jawab.”
“jawaban apa yg akan membuatmu puas?”
“ergghh..” cakka mengacak-acak rambutnya. Kesal juga bila harus berbicara dengan saudaranya yg satu ini.
“mereka memang sama, dari wajah, senyumnya maupun tingkah lakunya. Dia juga membuatku tidak bisa bersikap dingin padanya. Dan orang yg bisa membuatku seperti itu hanyalah silvia. Ibuku pun tak bisa melakukan itu. Tapi aku sadar sivia bukanlah silvia. Dia sudah tiada. Aku ingin sekali menghilangkan pikiran bahwa silvia sudah tiada, tapi itu tidak pernah berhasil, semua yg ada didiri sivia mengingatkanku dengan sosoknya. Semuanya. Ingin aku menjauh dari sivia sekarang, tapi bukannya menjauh aku malah semakin ingin menariknya kedalam hati ini, tidak tau kenapa, entah karna dia mirip dengan silvia, atau mungkin karna aku mulai mencintainya.” Jelas alvin panjang lebar.
Cakka hanya memposisikan dirinya sebagai pendengar. Dan untuk pertama kalinya lagi –setelah sekian lama-, cakka melihat sinar kehidupan dari pancaran mata alvin ketika tadi ia sedang bermonolog.
“apa kau pernah berfikir bahwa dia adalah reinkarnasi silvia?”
“aku tidak pernah percaya hal itu. Tetap saja dimataku keduanya berbeda. Tapi..aku masih tidak bisa menghilangkan bayang-bayang silvia didalam diri sivia. tapi disisi lain, aku lebih nyaman dengan sivia daripada silvia.”
“jadi?” tanya cakka dengan nada menggoda.
“apa?” tanya alvin tiba-tiba dengan nada seperti biasanya. Ia sudah tau jika ia menjelaskan pada saudaranya yg satu ini ia pasti akan digoda, seperti waktu dilapangan basket tempo hari.
“jadi...”
Ddrtt..drrtt
Ucapan cakka, terpotong karna ponsel yg ia letakkan dimeja dihadapannya bergetar. Dengan segera ia mengambilnya. Dilihatnya 1 pesan baru diterima. Ditekannya tombol ‘OK’ lalu dibacanya segera pesan itu.
-
From: Agni
Hari ini jadi? Katanya kemarin mau battle? Kalau iya aku tunggu dilapangan basket dekat rumahku. Ok?
-
Senyum cakka mengembang seketika membaca pesan dari pujaan hatinya itu. Tanpa ingin membuang waktu cakka membalas pesan tersebut.
-
To: Agni
Ok. Aku akan datang. Wait me J
-
“yaudahlah. Bdw mau ikut gak? Ke lapangan basket deket rumahnya agni? I want to play basketball with her. You want to join?”.
“hmm okedeh. Daripada gak ada kerjaan disini.” Gumam alvin.
“tapi kau bawa motor sendiri ya.. aku tak mau boncengan bareng kau.”
“siapa yg mengharapkan diboncengmu?” cibir alvin berjalan duluan keluar dari Earthly Paradise.
Dibelakangnya cakka hanya cengengesan sambil mengikuti alvin ketempat istirahat motor kesayangannya.
“bagaimana kalau ada sivia disana?” tanya cakka saat sudah berada disamping cagivanya.
“itu lebih baik, daripada aku harus melihat kau bermesraan dengan cewek tomboy itu.” Jawab alvin sambil memakai sarung tangan.
“haha..baguslah.” gumam cakka “aku duluan kalau begitu.” Tambahnya sambil menggas cagivanya meninggalkan kediaman Umari.
“heuh..” alvin menghela napas, lalu langsung mengikuti cakka yg sudah lebih dulu meninggalkannya.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai dilapangan basket itu. Dalam waktu kurang dari 60 menit saja, alvin dan cakka sudah berada disana. Melihat 2 orang gadis cantik yg sedang duduk ditengah lapangan kecil itu. Dengan santai mereka menghampiri mereka.
“hai..” sapa cakka ketika sampai dihadapan mereka. Ia pun duduk disamping agni. Sedangkan alvin masih berdiri dengan kedua tangan yg dimasukkan kedalam sakunya lalu menghampiri bangku panjang yg tersedia diseberang lapangan.
“datang juga.” Gumam agni sambil tersenyum.
“sudah ku bilang aku akan datang. Mau mulai sekarang nona?”
“boleh.”
“hey aku bagaimana?” tanya sivia yg sedaritadi dicuekkin.
“temani alvin ya. Dia sendiri juga. Aku ingin bermain dulu dengan temanmu ini.” Jawab cakka lembut.
“hemm..baiklah.” gumam sivia lalu menghampiri alvin yg sedang duduk termenung dibangku panjang.
“boleh duduk disini?” tanya sivia.
“hmm.” Jawab alvin singkat.
Sivia duduk disamping alvin. suasana seperti ini membuatnya tidak tau harus berbuat apa-apa. Ia selalu kehabisan bahan pembicaraan jika sedang bersama alvin. ia putuskan untuk memperhatikan permainan cakka dan agni.
Sedangkan yang diperhatikan malah asik sendiri. Mereka bermain basket dengan sangat enjoy, sesekali mereka tertawa lepas. Ingin ia seperti agni, yg bisa akrab dengan seorang pemuda. Tapi sepertinya sivia sudah salah sasaran. Alvin Jonathan Damanik, 1 dari 4 Tn. Muda Haling Damanik yg mempunyai sifat yg berbeda dari yg lain. Sikap dan sifat yg begitu berubah sejak 2 tahun lalu. Sifatnya yg sekarang, jauh berbeda dengan sifatnya dulu yg selalu ramah dengan semua orang, senyum manis selalu terukir diwajah tampannya. Dari keempat Tn. Muda pun, alvin-lah yg paling banyak disukai dibanding iyel, kakaknya. Coba lihat sekarang? Sifat cuek dan cenderung memasang wajah dingin kepada setiap orang yg bertemu dengannya, tak ada lagi senyum indah yang menghiasi wajah rupawan alvin. semua hilang saat wanita itu pergi meninggalkan dirinya. Saat 2 tahun lalu.
“hey.. apa kau pernah berfikir reinkarnasi seseorang itu ada?” tanya alvin yg akhirnya memecahkan keheningan.
Sivia menoleh, dan mengerutkan keningnya. Mencoba menyelami hati pemuda disampingnya. Sebenarnya apa yg membuatnya seperti ini? Apa sesuatu yg sangat diinginkan orang lain tidak bisa membuatnya bahagia, atau...cinta?
“mungkin percaya dan mungkin tidak.” jawab sivia sambil tetap menoleh pada alvin.
Alvin menautkan kedua alisnya, bermaksud untuk meminta penjelasan pada sivia. tapi sivia hanya tertawa kecil.
“hm..sebenarnya aku tidak benar-benar percaya jika seseorang yg sudah tiada hidup lagi. Karna itu sangat tidak masuk akal, kecuali kehendak Tuhan. Tapi reinkarnasi seseorang bisa saja terjadi jika ada 2 orang yg sama dalam kehidupan ini yg memiliki sifat dan sikap yg sama pula. Ya seperti kembar. Didunia ini setiap manusia pasti mempunyai kembaran. Entah itu saudara kandung atau orang lain.”
“jadi, apa maksudmu setiap orang pasti punya reinkarnasi? Atau apa? Tolong jangan berbelit. Aku tidak mengerti.”
“begini..aku tidak bilang semua orang punya reinkarnasi, hanya orang tertentu saja yg memiliki banyak kesamaan, tapi belum tentu semuanya sama, karna setiap orang itu pasti mempunyai perbedaan, seperti kembar identik, dilihat dari sisi fisik mereka pasti serupa, kan? tapi coba kita perhatikan dari sisi sifat maupun tingkah laku mereka, pasti ada satu hal yg membuatnya berbeda. Karna mereka serupa tapi tak sama. Benar? Jadi kalau dibilang semua orang punya reinkarnasi itu tidak juga. Mungkin yg mempunyai reinkarnasi hanya orang yg dititip Tuhan untuk menyelesaikan masalah yg dihadapi dimasa lalu. Pasti mereka itu berkaitan. Mungkin temannya, saudaranya, atau mungkin sepupunya. Mengerti?”
Alvin hanya mengangguk kecil. Ia mengerti tapi mungkin hanya intinya saja dari semua penjelasan sivia.
“hey kka..”panggil agni sambil menghentikan permainannya.
Cakka pun ikut berhenti. “ya?”
“ternyata Tn. Muda Alvin itu berbeda dengan apa yg dibilang ify ya? Bukankah dia tidak suka berbicara dengan wanita dan tdiak terlalu akrab dengannya? Tapi sekarang, ia malah terlihat menikmati berbicara dengan via.”
Cakka mengamati alvin sambil tertawa kecil.
“kenapa?” agni mengerutkan keningnya.
“tidak. aku juga kurang mengerti dirinya. Kita kesana saja yuk.” Gumam cakka sambil berjalan menghampiri via dan alvin. agni mengikutinya dari belakang.
“hey berduaan aja nih.” Gumam cakka sambil duduk dihadapan via dan alvin.
“bukannya kalian juga begitu?” cibir alvin.
“kok kalau bicara denganku sikapmu selalu dingin lagi sih?”
Bukannya menjawab alvin malah tertawa. Alvin tertawa. Kegiatan yang sangat jarang sekali terlihat dari wajah tampan Tn. Muda itu.
“eh..malah ketawa.” Gumam cakka, lalu ia menoleh pada sivia sambil mengulurkan tangannya. Mau tak mau via menjabat tangan cakka.
“selamat vi. Kamu udah jadi orang kedua yg buat alvin bisa tertawa lepas gitu.” Gumamnya lalu melepas tangannya.
“maksudnya?”
“ya..kau tau kan bagaimana sifat Tn. Muda Alvin? tapi liat sekarang, dia tertawa hingga begitu lepas. Dan itu jarang sekali bukan?”
Sivia menganggukan kepalanya. Sedangkan alvin disebelahnya, hanya tersenyum tipis. Memperhatikan wajah sivia.
“memangnya orang pertamanya siapa?”
“tanya saja pada dirinya.” Gumam cakka “kita mau ke cafe dekat sini. Mau ikut?” tanyanya kemudian.
“aku tidak.” jawab alvin.
“aku juga disini saja.” Tambah sivia.
Cakka mendekati alvin “sepertinya, kau sudah menemukan silvia-mu lagi.” Bisiknya pelan. Tapi karna jarak duduk alvin dan via tidak terlalu jauh, sivia agak samar bisa mendengarnya.
“yasudah. Kita duluan.”
“dah via , Tn. Muda Alvin.” gumam agni sambil berlari kecil dibelakang cakka.
“hey.” Panggil alvin.
Cakka dan Agni menoleh.
“jangan panggil aku Tn. Muda Alvin. cukup alvin.” gumam alvin menyampaikan maksudnya sambil tersenyum tipis.
Dengan membalas senyuman alvin , agni mengangguk kecil “baik, alvin.” gumamnya sambil pergi mengikuti cakka.
Sivia hanya memperhatikan punggung sahabatnya itu hingga menghilang diujung jalan. Setelah benar-benar menghilang, sivia menoleh pada alvin. alvin yg merasa risih ditatap seperti itu, bertanya juga.
“kenapa kau menatapku seperti itu?” tanyanya agak sengit.
“bisa tidak menghilangkan nada tinggi mu seperti itu jika berbicara?”
“aku tidak suka kau menatapku seperti itu.” Gumam alvin lembut.
“hm..aku...”
“ingin tahu orang pertama yang membuatku tertawa?” potong alvin cepat.
“bukan.”
“lalu?”
“kau ini sebenarnya orang yg seperti apa sih?” tanya sivia. ‘mengapa terkadang bisa membuatku bahagia tapi juga membuatku kesal?’ tambahnya dalam hati.
‘pertanyaan aneh.’ 2 kata itulah yg kini mewakili raut wajah alvin.
“aku tidak bisa menjawab.”
“kenapa?”
“ya karna hanya orang lah yg bisa menilai diriku.” Jawab alvin.
Sivia mengangguk. “ya memang benar juga sih.”
“apa kamu tidak ingin tahu siapa orang pertama yg membuatku tertawa?” tanya alvin.
“itu terserah dirimu, yg ingin memberitahu atau tidak. karna aku fikir itu termasuk privasimu.” Jawab via, tapi diam-diam ia sangat ingin mengetahuinya, apa benar silvia? Apa benar itu silvia?
“silvia.”
DEG! Jantung via berdetak kencang seketika mendengar nama itu terucap lagi. Nama orang yg membuatnya harus pindah dari NKRI, orang yg sudah mengambil perhatian sepenuhnya dari ayahnya, sedangkan ibunya sudah pergi ke pelukan Tuhan lebih dahulu karna penyakit turunan, dia juga orang yg memaksanya harus pindah ketempat pamannya dinoszta, tapi biarpun begitu bagi sivia, orang itu adalah orang yg sangat dikasihinya yg sudah pergi ke pelukan Tuhan terlebih dahulu. Meninggalkannya tanpa meninggalkan kenangan yg sangat berharga untuknya. Sivia hanya bisa diam mendengarkan.
“dia adalah alasan mengapa aku bisa tertawa, dia yg mengajarkanku bagaimana cara bersikap ramah terhadap orang lain. Dia juga mengajarkanku bagaimana indahnya hidup, cara menghargai orang lain, dan...cinta. sejak kecil kita sudah bersama. Sudah lama aku memendam perasaanku padanya, tapi ketika kita sudah beranjak dewasa, dia seperti tidak menganggapku, tidak peduli padaku dan pergi meninggalkanku. Aku sendiri tidak tau kenapa. Ingin aku melupakannya, tapi bayang-bayangnya selalu menghampiriku, terlebih lagi adanya sosok dirimu vi. Wajahmu, senyummu, bahkan baumu semua sama dengannya. Bagaimana aku bisa menghilangkan dia dari pikiranku jika aku harus bertemu dengan orang yg kupikir adalah reinkarnasi dirinya?” jelas alvin.
Sivia masih diam ditempatnya. Mematung dengan penjelasan alvin.
“tapi...”
“vin, aku ingin pulang. kepalaku tiba-tiba saja jadi sedikit pusing.” Potong sivia. ia tidak ingin mendengar apa-apa lagi dari mulut alvin saat ini.
“baik. aku antar.” Gumam alvin. sivia mengangguk lalu sedetik kemudian ia sudah ada dalam boncengan alvin.
Sampai dirumah sivia, alvin langsung tancap gas pulang menuju rumahnya. Sedangkan sivia langsung masuk kekamarnya.
Didalam kamar, sivia hanya duduk termenung diatas springbednya. Ia tidak tau apa yg sekarang ingin dilakukannya. Sepertinya harapan via untuk memiliki hati alvin sepenuhnya tidak akan pernah terwujud, karna alvin masih belum bisa melupakan orang yg ada dimasa lalunya, melupakan silvia, melupakan saudara kembarnya.
“aku tidak pernah berfikir jika ini akan jadi seperti ini. Kenapa ini semua terjadi padaku?” gumam sivia sambil melihat ke sekeliling kamarnya.
Tangannya tergerak mengambil sebuah figura berwarna coklat tua dengan foto 2 orang perempuan cantik yg sedang tersenyum manis didalamnya. Wajah keduanya sangat mirip. Itu dirinya dan silvia, saudara kembarnya. 2 tahun lalu kakaknya meninggalkannya untuk selamanya. Ia divonis mengidap penyakit Kanker hati stadium 3 dan beberapa bulan kemudian stadiumnya naik menjadi stadium akhir yg sudah tidak ada harapan hidup lagi. Lalu ia meletakkan pigura itu disebelahnya dan mulai mengalihkan pandangannya pada ponselnya. Jari-jarinya menari lincah diatas kipet ponselnya itu. Mengetikkan sesuatu untuk seseorang yg sejak pertama kali mereka bertemu sudah mencuri hatinya.
***
setelah mengantar sivia pulang kerumahnya, pemuda bermata sipit ini langsung menuju kerumahnya, tepatnya kamarnya. Ia merebahkan dirinya pada sofa dikamarnya. Setelah itu ia pejamkan matanya, merenungkan sebentar apa yg kini terjadi pada dirinya. Mengapa akhir-akhir ini orang yg sudah ia lupakan muncul lagi? Membuatnya menjadi bimbang saja dengan perasaannya terhadap sivia.
Ia dipaksa membuka matanya ketika merasa ponsel disakunya bergetar, lalu dengan malas-malasan ia raih ponsel itu dan melihat 1 pesan baru yg diterima ponselnya. Dengan segera ia baca.
-
From: Sivia
Apa nanti sore kau punya rencana? Kalau tidak temani aku ke suatu tempat, aku ingin menunjukkan sesuatu. Nanti jam 4 ku tunggu dirumahku J
-
Dengan cepat ia membalasnya.
-
To: Sivia
Baik.
-
Setelah ada laporan terkirim dari ponselnya, ia masukkan ponselnya itu kedalam sakunya. Lalu kembali memejamkan matanya. Menciptakan keheningan kembali yg sudah rusak tadi.
***
cakka dan agni masih berada dicafe dekat rumah agni. Memang cafe itu tidak terlalu mewah, tapi cukup untuk mengisi perut ketika lapar.
“ag..” panggil cakka membunuh keheningan yg sejak tadi tercipta.
“ya?” tanya agni sambil menghentikan acara makannya.
“hm..”
“apa?”
“kalau aku bilang aku menyukaimu, kau percaya?”
Agni sedikit tersentak. Untung saat itu ia tidak sedang minum.
“hm..bukannya kau menyukai ify?”
“memang, tapi kau pun tau kalau ify menyukai kakakku, Rio. jadi buat apa aku menunggunya. Lagipula sepertinya aku sudah tidak menyukainya lagi tapi lebih tepatnya mengaguminya, ya aku hanya mengaguminya. Dan untuk sekarang aku menyukaimu. Sejak pertama kau datang ke pesta pertunangan palsu ify dengan iyel waktu itu.” Jelas cakka.
Agni hanya diam, karna tidak tau ingin jawab apa.
“hm..jadi, aku...apa kamu mau menjadi Mrs. Cakka Nuraga?” tanya cakka dengan serius.
Agni masih diam, ia benar-benar tidak tau harus menjawab apa. Karna pertemuannya dengan cakka baru beberapa hari yg lalu. Cukup singkat untuk saling menyukai. Tapi ia juga punya perasaan yg sama dengan cakka.
“ag..” panggil cakka sekali lagi.
“ya?”
“jadi..apa kamu mau jadi Mrs. Cakka Nuraga? Bukan hanya sekedar pacaran, tapi aku juga ingin mengajakmu ke pernikahan.”
‘hah? Ya Tuhan.’ Batin agni “hm..tapi itu terlalu cepat.” Akhirnya agni buka suara.
“jadi..kau menolakku?”
“bukan. Aku hanya tidak ingin menikah terlalu cepat. Tapi aku juga menyukaimu.”
“jadi..ok kita tentu tidak akan menikah sekarang. Urusan kakakku saja belum selesai, mau didepak aku dari rumah Emp
maupun keluargaku?” tanya cakka, agar tidak kedengaran seperti takut ia selipkan nada canda diakhir kalimatnya.
“hm..baiklah. ku fikir.”
“tenang saja..jadi?”
“iya aku mau..”
“yess..” gumam cakka agak teriak, membuat beberapa pengunjung cafe menatap ke arah mereka.
“hehe..terlalu senang ag..” gumam cakka sambil tersenyum kikuk.
Agni hanya melanjutkan makanannya yg tadi sempat tertunda.
***
Sivia sudah siap dikamarnya. Sebelumnya ia menyiapkan beberapa peralatannya yg diperlukan dan langsung ia masukkan ke dalam tasnya.
Tiin,,tiinn.
Bunyi klakson mobil seseorang membuyarkan lamunannya. Dilihatnya dari jendela kamarnya. Mobil dengan warna putih itu sudah terparkir didepan pintu rumahnya. Tak ingin membuat sang supir yg ada didalam mobil itu marah karna terlalu lama menunggu, sivia melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya menuju ke bawah. Sampai dibawah, ia melihat ayahya menghampirinya.
“siapa vi?”
“alvin.”
“Tn. Muda alvin maksudmu?”
“ya. Kenapa?”
“tidak. kalian mau kemana?”
“mau ke makam kakak. Aku berangkat pah.” Pamit sivia lalu menghampiri alvin.
“kita mau kemana?” tanya alvin saat via sudah ada disebelahnya.
“jalan aja ke taman komplek disini.” Jawab sivia sambil tersenyum.
Tanpa bicara apa-apa lagi, alvin menjalankan mobilnya ke taman komplek perumahan sivia. setelah sampai disana, ia memakirkan mobilnya, lalu turun dari mobilnya. Sivia sudah lebih dulu turun dan berjalan menuju bangku putih yg ada disana. Alvin pun mengikutinya. Detik mulai berganti menit dan keheningan semakin tercipta.
Hingga menit ke-10 sivia memecahkan keheningan.
“kamu pasti ingin tau kenapa aku mengajakmu kesini bukan?” tanya sivia.
Alvin mengangguk.
“letisya silvia azizah. Aku tau kau pasti sudah sangat mengenali nama itu. Ya walaupun mungkin kau ingin melupakannya, tapi tak pernah berhasil, bukan?”
Alvin tersentak mendnegar nama itu disebut. Nama lengkap sudah dihapalnya diluar kepala. Kembali terdengar telinganya setelah sudah 2 tahun silam menghilang.
“dia orang yg sangat berarti untukmu, orang yg mengajarkanmu segalanya seperti yg kau bilang, kau menyukainya. Tapi dia tidak pernah menganggapmu benar? Itu salah. Semuanya tidak benar. Dia tidak ingin seperti tidak peduli padamu, tapi dia hanya tidak ingin meninggalkan luka yg lebih dalam jika dia harus memberitahumu tentang semua yg terjadi padanya. Dia lebih memilih merahasiakan semuanya darimu. Dia hanya tidak ingin kau berfikir untuk melakukan hal bodoh yg akan menyelamatkan dirinya tapi juga akan mengorbankan dirimu. Dia hanya....”
“tunggu, apa maksudmu? Silvia? Kau mengenalnya? Apa yg terjadi padanya? Sekarang dimana dia?” potong alvin cepat sebelum ia semakin tidak mengerti dengan apa yg dibicarakan sivia.
“ya aku sangat mengenalinya. Dia orang yg membuatku iri selama ini. Tapi dia juga orang yg sangat aku sayangi. Dia adalah kakakku, saudara kembarku tepatnya.” Jawab via.
“apa? Jadi dimana dia sekarang? Apa dia baik-baik saja?”
“tentu. Sekarang dia sudah baik-baik saja. Semua bebannya telah hilang.”
“bisa aku bertemu dengannya? Dimana dia sekarang? Cepat beritahu aku.”
“dia sudah meninggal.” Jawab via sedikit terisak. Air mata yg ditahannya kini sudah terjun bebas menghiasi pipi chubby-nya.
“apa?” alvin benar-benar tidak bisa mempercayai ini. Sekarang ia hanya bisa diam mematung.
“2 tahun lalu, ia divonis mengidap kanker hati stadium 3 tapi beberapa bulan kemudian dokter mengatakan bahwa stadiumnya sudah stadium akhir dan tidak ada harapan lagi untuk hidup. Penyakit turunan yg juga dialami ibuku. Dia tidak menemuimu, maupun tidak menganggapmu jika saling bertemu untuk merahasiakan semua ini. Dia tidak ingin kau terluka. Apalagi dia juga tidak ingin sampai kau harus mendonorkan hatimu untukku, karna dia tau kau orang yg cukup nekat.” Jawab sivia.
“jadi? Dia hanya tidak ingin aku yg meninggalkan dunia ini demi dirinya?”
Sivia mengangguk kecil. Air matanya kini sudah mengalir deras.
“tolong kau jangan menangis. Aku tidak ingin melihatmu menangis.” Gumam alvin sambil menghapus air mata sivia dengan ibu jarinya.
“sekarang bisa antarkan aku ketempat silvia?” tanya alvin setelah via tenang.
Sivia mengangguk. Lalu sedetik kemudian mereka meninggalkan taman itu menuju makam silvia.
***
cakka mengantarkan agni pulang ke rumahnya. Sampai dirumahnya cakka berpamitan pada ayah agni.
“maaf membawa putri anda hingga larut malam seperti ini. Tapi saya janji akan menjaganya dan tidak akan membahayakannya.” Gumam cakka.
“tidak apa-apa. Yasudah kamu segera pulang saja. Agni kan sudah aman.”
“baik om.”
“om tinggal kedalam dulu. Hati-hati.”
“aku pamit. Besok ku jemput kamu. kita main lagi. Ok?”
“ok. Hati-hati ya..”
“sip.” Cakka mengacungkan kedua jempolnya lalu menaiki cagivanya dan pergi meninggalkan rumah agni, agni sendiripun langsung masuk ke dalam kamarnya.
***
Masih didepan makam ‘Letisya Silvia. A’ kedua orang ini belum beranjak sejak 2 jam lalu mereka berada disana. Hanya helaan napas dari keduanya yg terdengar sedari tadi. Belum ada yg berbicara daritadi.
“sil..maaf aku baru jenguk kamu setelah setahun sudah kau pergi. Tidak ada yg membertahuku. Seorangpun. Ya kau tau? Aku tidak punya teman selain kau. Jadi..aku minta maaf. Dan keputusanmu, aku hargai walaupun aku sedikit kecewa kenapa kau tidak memberitahuku. Tapi..ya sudahlah. Terima kasih sudah mengirim sivia untuk memberitahuku semuanya.” Gumam alvin menghentikan keheningan yg semakin menjadi-jadi itu.
“ka..maaf aku baru memberitahunya. Aku tidak tau jika dia adalah alvin jonathan yg kau bilang itu. Maaf..” gumam sivia ikut meminta maaf pada silvia. “aku beri waktu kau dengan alvin kak..” tambahnya.
Sedetik kemudian sivia langsung melangkahkan kakinya menuju mobil alvin. kini tinggal alvin yg masih ada dimakam silvia. Walaupun langit sudah gelap, tapi rasanya alvin ingin tetap disini. Menemani silvia.
“sil..aku tidak tahu apa yg akan terjadi setelah ini. Tapi jika memang aku menyukai adikmu, apa itu karna dia mirip denganmu, atau aku yg benar-benar mulai menyukainya. Aku benar-benar tidak mengerti. Tapi disisi lain aku memang merasa nyaman dengannya. Apa yg harus aku lakukan?” tanya alvin. lalu ia mengangkat wajahnya, melihat ke hadapannya. Ia mencoba meyakinkan dirinya, apa yg dilihatnya ini hanya imajinasinya? Atau sivia? dihadapannya kini ada perempuan cantik yg mirip dengan sivia tapi itu bukan sivia. yg alvin yakini adalah silvia. Tapi apa benar?
“aku memaafkanmu, jika kau mengabulkan permintaan terakhirku. Aku ingin kau membahagiakan sivia dengan setulus hatimu, bukan karna dia adikku, bukan karna dia mirip denganku vin,,”
Alvin mengerjap-ngerjapkan matanya. Hilang. Tidak ada sosok silvia disana. Tapi ia yakin tadi itu nyata, lalu suara itu ia dengar jelas apa yg diucapkan silvia tadi. Tapi..aneh rasanya.
“baik. walaupun aku tidak yakin dengan ini. Aku janji, akan bahagiakan sivia dengan tulus. Mencintainya dan menyayanginya. Seperti yg kau minta. Sekarang aku pamit dulu. Aku pulang.” pamit alvin sambil berjalan meninggalkan makam silvia. Lalu mengantar adik silvia pulang ke rumahnya.
***
‘aku janji, akan menepati janjiku padamu sil..aku akan bahagiakan sivia dengan setulus hatiku, dan menjadi diriku yg dulu saat bersamamu..’ tekat alvin sambil mengarahkan mobilnya kerumahnya.
->>bersambung..